Monday, June 11, 2007

Ego dan Emosi

Permasalahan di dalam rumah tangga konon katanya berawal dari hal-hal yang sepele.
He he he ya maklum aku sendiri belum pernah mengalaminya. Teman-teman ku yang punya pengalaman akan hal itu, sering banget share ke aku. Jadi sedikit banyak aku bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya masalah yang timbul itu sepele,namun mungkin karena masih sama-sama dibayangi ama yang namanya ego dan emosi, jadinya runyam deh..


Pernah suatu ketika, sebut saja Iis sahabatku saat masih duduk di bangku SMA, dia bertengkar dengan suaminya hanya gara-gara suaminya lupa meletakkan kaus kaki ke dalam keranjang cucian. Sedangkan sang suami pun ngga mau mengalah, karena ia merasa istrinya terlalu mengaturnya, terlalu ribet katanya.
Kasus yang lain, kecemburuan yang berlebihan. Suatu hari Iis pernah membaca SMS di Hanphone suaminya yang isinya sedikit "mesra". Dengan hati yang diliputi tanda tanya, Iis pun menanyakan pada suaminya, apa maksud dari SMS tersebut. Sang suami bukannya menjelaskan dan meredakan emosi istrinya, malah berbalik marah.
Dan aku hanya bisa menahan nafas mendengar ceritanya.
Aku memang belum mengalami masa-masa itu, tetapi mendengar ceritanya kadang aku jadi sedikit ngeri. Memang pernikahan itu adalah menyatukan dua hati yang berbeda. Perbedaan itulah yang terkadang memicu timbulnya permasalahan. Karena tidak adanya rasa pengertian diantara keduanya. Karena dua insan itu tentunya mempunyai karakter masing-masing yang mungkin baru bisa terlihat ketika menikah. Mungkin disaat masih pacaran, hanya sisi baik dan positifnya aja yang terlihat. Namun,setelah memasuki jenjang pernikahan, semua tak siap dengan sisi negatif masing-masing pasangan.

Ada juga kasus krisis kepercayaan, seperti yang dialami pasangan sahabatku Dody dan Retno. Dari awal pernikahan mereka tak pernah dilandasi dengan kepercayaan. Sehingga hingga usia perkawinannya yang menginjak 5 tahun ini, mereka tak juga belajar untuk memberikan kepercayaan kepada masing-masing pihak. Retno sering bercerita, bahwa ia sering curiga jika Dody pulang telat. Ia juga sering menjemput Dody dikantor, padahal arah nya berlawanan dengan perjalanan pulang ke rumah mereka. Teman-teman kantor Dody sering membicarakan mereka, tapi tetap saja Retno tak perduli. Sampai seluruh teman kerja Dody yang perempuan dicurigai dekat dengan Dody.
Ah... lagi-lagi aku menghela nafas mendengar cerita itu. Tapi, aku ambil sisi positifnya, bahwa sekali lagi jika kita mengawali sebuah hubungan tanpa dilandasi kepercayaan, maka hubungan itu tak akan berjalan lama. Kalaupun bisa berjalan lama, tapi tak akan pernah tenang seperti yang diharapkan.

Jadi, pada intinya.. (bukan bermaksud menggurui), ketika kita memutuskan untuk menikah, maka kita harus siap secara lahir dan batin. Siap untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Siap untuk mengesampingkan ego. Siap untuk belajar memahami, mengerti dan percaya. Menikah dan hidup berumah tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Permasalahan pasti muncul dan pastinya akan lebih kompleks dibandingkan saat kita masih pacaran. Namun, semua itu tergantung dari kita. Bagaimana kita menyikapi permasalahan itu dan mencari jalan terbaik tanpa harus ada yang tersakiti. Tanpa harus mengandalkan ego dan emosi. Dengan hati dan pikiran yang jernih, pasti akan kita temukan jawaban dibalik semua permasalahan yang ada.

:)


0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home